Pelemahan Rupiah Berdampak Pada Pelaku Usaha

24-03-2015 / KOMISI VI

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika merosot tajam. Bahkan, tembus hingga lebih dari Rp 13 ribu, yang merupakan pelemahan terendah sejak 1998. Anggota Komisi VI Darmadi Durianto menilai, pelemahan rupiah ini disebabkan oleh banyak faktor. Utamanya, lebih kepada faktor eksternal.

“Pelemahan rupiah ini diakibatkan beberapa faktor, tapi lebih karena adanya faktor eksternal. Faktor eksternal yang paling mempengaruhi adalah tingginya harapan pasar keuangan dan pelaku keuangan terhadap ekonomi Amerika yang sedang bagus,” kata Darmadi, saat kunjungan kerja di Sulawesi Utara, baru-baru ini

Politisi PDI Perjuangan ini menyatakan, akibat permintaan dolar Amerika yang cukup tinggi, menyebabkan penguatan dolar terhadap mata uang lain, termasuk rupiah Indonesia. Tentunya, pelemahan ini berimbas kepada perbankan maupun ekonomi di Indonesia.

“Akibatnya jelas ke perbankan, akan banyak timbul kredit macet, sehingga angka non-performing loan (NPL) akan naik dan rasio kecukupan bank itu akan turun nantinya. Untuk itu, level ini perlu dicek oleh Otoritas Jasa Keuangan melalui uji krisis (uji stress). OJK mengatakan, akan bermasalah kalau kurs mulai Rp 15.000. Kita harus siap-siap masuk dalam fase krisis,” imbuh Darmadi.

Dalam kesempatan pertemuan dengan Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Manado, OJK, Permodalan Nasional Madani, Bank BUMN dan BUMD, serta Perusahaan Penjaminan, Darmadi sempat mempertanyakan apakah Sulut sudah melakukan uji krisis, sehingga bisa melakukan antisipasi pelemahan rupiah terhadap dolar, dan imbasnya kepada ekonomi Sulut.

Politisi asal Dapil DKI Jakarta III ini menjelaskan, dampak paling parah bisa dialami para pelaku usaha impor. Pasalnya, jika menggunakan bahan baku impor, yang pembeliannya menggunakan mata uang dolar, akan sangat berpengaruh. Dilemanya, para pelaku usaha tersebut tidak semena-mena dapat menaikkan harga jualnya.

“Jika bahan baku yang dia impor dari luar itukan pukulan, kenaikan hargnya cukup signifikan. Sementara, ketika dia jual barangnya di dalam negeri kan tidak bisa menaikkan harga karena turunnya pendapatan masyarakat. Ini jelas akan menurunkan omset pelaku usaha, margin akan menurun sehingga mereka bisa saja tidak meng-cover biaya produksi,” tukas Darmadi.

Darmadi menyarankan, untuk mengantisipasi rupiah semakin melemah, mau tidak mau pemerintah harus menggenjot ekspor. Kemudian, Pemerintah harus memberikan keringanan atau fasilitas ekspor yang besar kepada pelaku-pelaku usaha sehingga bisa dengan mudah mengekspor. Termasuk fasilitas lainnya agar ekspor lebih besar sehingga defisit transasksi neraca berjalan bisa turun.

“Supaya defisit transaksi berjalan itu tidak terjadi, bank harus berikan fasilitas kepada eksportir, agar ekspor digenjot terus. Jadi sehingga semua produk dalam negeri bisa didistribusikan keluar negeri,” saran Darmadi. (sf)/foto:sofyan/parle/iw.

BERITA TERKAIT
Asep Wahyuwijaya Sepakat Perampingan BUMN Demi Bangun Iklim Bisnis Produktif
09-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berencana akan melakukan rasionalisasi BUMN pada tahun 2025. Salah...
147 Aset Senilai Rp3,32 T Raib, Komisi VI Segera Panggil Pimpinan ID FOOD
09-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan raibnya 147 aset BUMN ID Food senilai Rp3,32 triliun. Menanggapi laporan tersebut,...
Herman Khaeron: Kebijakan Kenaikan PPN Difokuskan untuk Barang Mewah dan Pro-Rakyat
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen akan mulai berlaku per 1 Januari 2025. Keputusan ini...
Herman Khaeron: Kebijakan PPN 12 Persen Harus Sejalan dengan Perlindungan Masyarakat Rentan
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menyoroti pentingnya keberimbangan dalam implementasi kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai...